Rabu, 07 Januari 2009

Ketika Israel dan Palestina Berperang


Minggu-minggu ini terakhir ini nyaris semua saluran TV baik nasional maupun internasional, menyiarkan penyerangan Israel ke Jalur Gaza, disamping tentu saja media cetak lokal, nasional maupun internasional.

Bahkan jika dibandingkan antara CNN dan Al-Jazeera serta TV kita, mereka berdua sangat intens menyajikan berita penyerangan tersebut, baik melalui liputan langsung maupun pandangan dari kedua belah pihak atas penyerangan tersebut.

Melihat berita yang disiarkan CNN dan Al-Jazeera, benar-benar membuat hati ini menjadi miris, hingga akhirnya saya pun tidak ingin melihat tayangan siaran mengenai penyerangan tersebut. Betapa tidak miris, jika melihat bayi dan anak-anak tergeletak tak berdaya di rumah sakit yang sudah tidak layak lagi menjadi rumah sakit, tenaga medis yang terbatas, melihat indahnya cahaya roket di malam hari yang ditembakkan namun menjadi bengis ketika mencapai daratan dan membayangkan akibat yang diderita penduduk sipil yang menerima muntahan roket tersebut.

Dan saya pun teringat salah satu penggalan bab dari buku Jerusalem, Kesucian, Konflik dan Pengadilan Akhir, oleh Trias Kuncoro, yang diterbitkan oleh Kompas – Gramedia. Trias menceritakan dengan sangat rinci mengenai sejarah Jerusalem di bab berjudul Tanah Kanaan, Perjalanan Perdamaian dan Tragedi Kota Damai.

Sejarah yang terjadi di abad yang silam, penderitaan yang dialami Palestina dan Israel, bukanlah konflik keagamaan, melainkan konflik sejarah dan politik yang bercampur-aduk.

Sayangnya, ketika sampai di negara tercinta, konflik Jalur Gaza tidaklah murni dilihat sebagai konflik sejarah masa silam ataupun konflik politik, melainkan merasuk ke dalam konflik agama.

Sehingga, saya lupa tepatnya kapan, ketika dalam suatu interview di saluran TV nasional, si nara sumber sampai berkomentar bahwa lebih tepat bagi Indonesia memberikan bantuan dana kemanusiaan bukan mengirimkan relawan untuk berperang di sana.

Saya sendiri pun mengalami hal yang sama dengan rekan sekerja, ketika kami membahas bantuan kemanusiaan. Tiba-tiba ada yang berkomentar bahwa sebaiknya prinsip kehati-hatian diterapkan dalam memberikan respons terhadap bantuan tersebut, jangan sampai kita terlibat gara-gara SARA.

SARA ?

Wah, rupanya apa yang dikomentarkan nara sumber pada saat interview interview atas penyerangan Israel, benar adanya.

Saya beruntung membeli buku Tryas Kuncoro, sehingga saya bisa memberikan penjelasan kepada rekan-rekan sekerja, walaupun dari raut muka mereka tampaknya tetap enggan menerima penjelasan saya.

Tapi bagaimana dengan yang tidak, yang walaupun tahu, tetapi karena prinsip egoisme agama, tetap memandang itu sebagai konflik keagamaan ? atau yang tidak pernah paham sejarah Jerusalem ?

Kewajiban siapakah yang memberikan pencerahan itu ? Tentunya itu adalah kewajiban para kuli tinta untuk melengkapi berita mereka dengan “feature” mengenai sejarah Jerusalem, sehingga tidak menimbulkan kesalahpahaman atau salah kaprah yang terus menerus.

8 komentar:

Anonim mengatakan...

Yang paling ironis adalah fakta bahwa disaat Israel dan Palestina berperang, Indonesia tanpa berpikir dua kali langsung menyumbangkan dana untuk Palestina, bahkan rela mengirim sukarelawan2 mereka untuk membantu Palestina menyerang Israel.

Kemaren ini saya baca di Kompas, ada dana yang terkumpul mencapai 140 juta rupiah untuk dikirim ke Palestina.

Coba kalau yang menjadi korban bukan Palestina, tapi sesama bangsa sendiri? ngga usah berandai2, kenyataannya adalah bangsa kita sendiri LEBIH membutuhkan bantuan kita dibandingkan dengan Palestina, negara lain yang sama sekali nggak ada sangkut pautnya dengan Indonesia, kecuali solidaritas agama dan salah persepsi kebanyakan orang yang menganggap perang antar kedua negara ini adalah perang antar agama.

Ironis. Gedung-gedung sekolah pada bobrok, banyak tanah pada longsor, pohon-pohon pada ditebangi secara liar, gizi buruk terhadap anak-anak Indonesia, banjir melanda dimana-mana...

Namun bantuan itu ternyata lari ke negara lain.

tere616.blogspot.com mengatakan...

@DimasRangga : Israel adalah suku bangsa Arab dari wilayah Irak yang menduduki ke Kanaan, dimana sebagian dari mereka yang tidak dapat beradaptasi dengan penduduk pribumi Kanaan kemudian berkelana hingga ke Mesir dan menderita pada zaman Firaun II. Penderitaan mereka yang tidak terperikan membuat mereka bersatu dan kembali lagi ke Kanaan di bawah pimpinan Yosua.

Pada saat mereka kembali ke Kanaan ada 4 bangsa laut salah satunya Filistine yang juga melakukan invasi ke salah satu daerah Kanaan, yaitu Jalur Gaza.

Kenapa mereka bersikukuh, karena mereka lah yang pertamakali masuk ke daerah Kanaan (jalur Gaza termasuk di dalamnya), sebelum akhirnya mereka berkelana hingga ke Mesir.

Itulah awal mula sejarah mereka, yang kemudian berubah-ubah, tergantung siapa penguasanya.

Tetapi masalah ini bermula pada 9 Desember 1917, ketika Inggris menduduki Jerusalem, ketika pada tahun yang sama Menlu Inggris Arthur Balfour memberi isyarat kepada Lord Rothschild, Zionis kaya, bahwa pemerintah Inggris mendukung terbentuknya sebuah homeland bagi Yahudi di Palestina.

Tapi, apa pun masalahnya, jika kita melihat dari kacamata agama, tidaklah tepat, karena bangsa Filistine pun bukanlah penduduk asli dari Jalur Gaza.

Masalah mereka, lebih kepada masalah sejarah masa silam dan politik.

Jadi Ganyang Israel, Hancurkan Biadab Yahudi, bagi saya, tidaklah tepat.

Israel, Yahudi, semuanya berasal dari bangsa Arab.

Palestina, tidak semuanya beragama Islam.

Jadi, kalau mau mengutuk, kutuklah hilangnya sifat manusiawi mereka, sifat biadab.

Baik Palestina maupun Israel, harusnya menghormati hak-hak mereka masing-masing dan kita di sini, harusnya melihat dari kacamata yang bijaksana

@Therry : Ya, setuju. Bencana Papua, hilang gaungnya dibandingkan peristiwa Jalur Gaza. Bayangkan, orang lebih sibuk mengurusi donasi Palestina dibandingkan donasi kepada bangsa sendiri.

Setuju banget Ther, Pemerintah Indonesia pun salah kaprah, mau memberikan donasi tapi salah arah. Mereka itu tidak sadar, kalau untuk imunisasi saja harus dibantu negara donor karena kita tidak mampu membayarnya. Masalah lumpur Lapindo, mana ada dari kita yang mau turun tangan membantu mereka.

Memang Ironis ...

.:shev:. mengatakan...

@tere616 : hem . saya belum pernah baca sejarah yg berkaitan dg yg telah Anda jelaskan pada postingan Anda . cb deh ntr saya cari infonya .

oh ya , , mw sedikit berkomentar . saya setuju terhadap komentar Anda

Jadi, kalau mau mengutuk, kutuklah hilangnya sifat manusiawi mereka, sifat biadab.

dan sepertinya mengutuk kebiadaban yahudi sudah di lakukan oleh mas dimas deh . tuh ada kata :

Hancurkan Biadab Yahudi

:D

untuk komen Anda terhadap therry , memang seharusnya kami sebagai umat Islam melakukan hal yang sama terhadap saudara kami di palestina dengan saudara kami di sekitar kami . dan itu akan selalu kami usahakan . jadi ada keseimbangan dalam memperlakukan setiap muslim .

mungkin Anda bisa share mengenai hal ini di artikel saya :

http://ahmadsheva.blogspot.com/2009/01/palestina-dan-makian-kita.html

terima kasih sebelumnya .

Anonim mengatakan...

Saya sendiri merasa jengah kala isu yang ada digiring ke ranah agama. Secara pribadi saya berpendapat bahwa siapapun korbannya, isu yang ada adalah isu kemanusiaan, tak peduli suku bangsa, agama, keyakinan yang ada membunuh anak2x dan warga sipil tak berdosa adalah sebuah kejahatan.

Semoga kita bisa memilah dan melihat persoalan dengan kepala dingin dan hati yang bersih, tanpa prejudice, prasangka atau emosi belaka.

Ancilla mengatakan...

aku lagi berpikir untuk membuat posting tentang ini tere... tapi blum nemu yang pas.

---

sangat jelas bahwa perang ini bukan perang agama. zionisme selalu dikait-kaitkan dengan israel. bahwa israel merasa sebagai satu-satunya bangsa terpilih.

saya yakin tidak begitu.
menurut saya ini lebih karena suatu bangsa yang mencari tempat tinggal. sama seperti timor leste mungkin?!! atau mungkin papua?

ganyang israel, ganyang yahudi, boikot sana sini??!!!
who are you guys?!

saya setuju bahwa ini adalah masalah kemanusiaan. kekejaman terhadap kemanusiaan.

tapi apa iya, kesalahan ada di israel saja? bagaimana ketika palestina melakukan berbagai bom?

apa israel menjadi lebih salah karena dia lebih mampu membeli senjata canggih? apakah dosa diukur dari besarnya manusia yang meninggal? bila demikian, dosa koruptor 1M dua kali lipat daripada dosa koruptor 500jt. apakah iya?

yang paling saya SESALKAN...
sikap bangsa kita ini.
begitu banyak yang langsung siap dikirim ke palestina. duit dan bantuan segera turun.

mengapa sulit mencari dokter, tenaga medis, guru di desa-desa terpencil? mengapa sulit mencari sukarelawan untuk daerah-daerah yang terkena bencana alam?

mengapa dompet kemanusiaan untuk papua yang notabene lebih "saudara langsung" daripada palestina?

terakhir...
bila mau dibahas dari agama...
kita semua, termasuk israel dan palestina, adalah anak-anak Abraham.
lantas, mengapa hanya memberikan kesepihakan ke palestina? yang berarti ini masalah sibling rivalry??

tere616.blogspot.com mengatakan...

@Sheva : Terima kasih sudah mau berkunjung ke blog saya. Baca aja bukunya Tryas Kuncahyono, penjelasannya gamblang banget koq. Hehehe...iya ya, si Dimas bilang hancurkan biadab Yahudi :-D

Soal Papua, iya Sheva, saya miris lho, tidak ada yang menaruh perhatian ke mereka. Palestina memang harus dibantu, tetapi bangsa kita sendiri, nyaris tidak ada yang membantu. Imunisasi bayi Indonesia saja juga judulnya "sepi"

Ok .. nanti saya pasti berkunjung ke blog Sheva.

@Felicity, Semua itu berpangkal dari ketidaktahuan sih menurutku. Heran juga ya, semakin tinggi tingkat pendidikan kita seharusnya kita semakin arif ya, tapi nyatanya tidak. Saya juga miris. Berharap suatu saat nanti perdamaian dapat tercipta :-)

@Ancilla, tadinya juga nggak nemu, tapi gara-gara temen se kantor yg notabene beragama yg sama dgn saya, trus mengeluarkan komentar yg "miring", saya jadi tergerak untuk menulis. Soalnya hati ini rasanya mendadak jadi penuh.

Bicara Israel dan Palestina, memang kedua-duanya salah, dan juga benar. Masalahnya karena sifat spiritual dari Jerusalem yang tidak dapat dimiliki secara sepihak, membuat perdamaian susah tercipta di sana.

Kita semua memang bangsa Abraham, tapi ini bukan mengenai Abraham per se, ini mengenai sejarah masa silam kota Jerusalem.

Kenapa buat bangsa sendiri sulit ? Jawabannya mudah, karena sentimen agama. Apalagi sentimen agama di Indonesia akhir-akhir ini jauh berbeda dari ketika saya masih kecil dulu.

Seperti yang saya bilang ke Felicity, seharusnya semakin berpendidikan kita semakin arif, tapi sayangnya tidak

Ori mengatakan...

Setuju banget sama yg Tere bahas di sini. Palestina bukan hanya Islam, dan masalah mereka memang kompleks, bukan saja secara external dengan Israel, tp juga masalah internal mereka antara Fatah dan Hamas yg ga pernah selesai-selesai.
Jadi lucu aja kalo di Indonesia digembar gemborkan seolah ini masalah terhadap agama tertentu, tapi memang lebih seru kan kalo masalah SARA dibawa2, lebih ter blowup.
Tapi kan itu malah memperkeruh bukannya menciptakan damai di tanah Palestina dan juga tidak memberikan jalan keluar antara Palestina dan Israel. Yang ada malah ajang buat orang2 yg haus perang.

Bagus banget bahasannya Tere, harusnya banyak yg nulis seperti ini biar banyak yg ter-edukasi :))
Thanks for sharing!!

tere616.blogspot.com mengatakan...

@Ori : Terima kasih sudah mampir ke blog ku.

Ya sih, harusnya banyak yang nulis seperti ini, masalahnya media kita pun cuma Kompas yang berusaha mengedukasi, yang lainnya entah karena pemahamannya yang kurang atau karena misi medianya yang berbeda :-D