Pagi di Bali tidak sama dengan Jakarta, pagi di Bali selalu pagi yang magis, yang mampu membawa aku bertemu dengan hembusan nafas Tuhan, katamu suatu saat.
Ya, hembusan nafas Tuhan, karena setiap kali aku berjalan menyusuri jalan setapak menuju pantai, Tuhan selalu menganugerahiku hamparan permadani kamboja putih di atas hijaunya rerumputan bersaput embun, menyapaku lewat ombak yang berkejaran, menciumku lewat birunya langit, ujarmu lagi.
Ah betapa aku merindukanmu, sangat. Kamu benar, pagi di Bali selalu pagi yang magis, yang mampu membawaku bertemu dengan bayangmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar